Sabtu, 28 November 2015

Cerita Dewasa Ngentot Istri Juragan Tambang Batubara

3 comments

 Nama saya Yudi, berumur 30 tahun, dan ingin berbagi pengalaman seks saya. Ketika itu saya masih bekerja di salah satu KAP terkenal di jakarta. Saya bertugas melakukan audit pada perusahaan yang bergerak dalam pengeboran minyak dan kayu yang memiliki pertambangan di Kalimantan.
Ketika itu hari ke-12 saya melakukan audit, karena weekend saya ikut bersama-sama karyawan yang sedang off untuk sama-sama ke kota Balikpapan. Di dalam perjalanan menuju kota Balikpapan dengan heli milik perusahaan tersebut, saya berkenalan dengan seorang Expatriate yang memiliki rumah di kota Balikpapan. Singkat cerita ia menawarkan rumahnya yang memiliki paviliun untuk saya tempati selama saya berada di kota dan tentu saja saya sangat setuju.
Setibanya kami di rumah, Expatriate itu memperkenalkan istrinya dan kedua anaknya kepada saya dan memberitahukan bahwa saya akan menempati paviliun depan selama weekend ini. Mbak Citra, begitu saya memanggilnya dan sebaliknya ia memanggil saya dengan sebutan Pak karena suaminya yang Expatriate itu mengatakan hubungan pekerjaan saya dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Lewat kira-kira sejam saya berendam, setengah tertidur di kamar mandi ketika samar-samar saya dengar ketukan di pintu kamar mandi. Setengah sadar saya melompat dan langsung membuka pintu kamar mandi. Saya terkejut bukan kepalang karena tiba-tiba Mbak Citra telah ada di depanku. Mbak Citra juga tidak kalah kalah terkejutnya, melihat saya dalam keadaan bugil. Sambil berucap yang tak jelas, “Ah.. eh..” saya langsung berbalik ke dalam dan mengambil handuk dan langsung membungkus tubuh terlarang saya dan kembali keluar menemui Mbak Citra. Di luar, Mbak Citra juga masih gugup dan kaku berbicara kepada saya, “Eh.. anu Pak, e… Mr.David sudah kembali lagi ke Pertambangan, katanya ada kerusakan mesin di pertambangan dan hari senin pagi Bapak akan dijemput oleh orang proyek di sini.” lanjutnya. “Oh..” jawab
Lalu saya berjalan ke depan, untuk memakai baju di dalam kamar, Mbak Citra menunjukkan dimana saya bisa menyusun dan menyimpan pakaian saya serta menyodorkan kantong, “Pakaian kotornya taruh di sini, biar nanti dicuci pembantu,” katanya. Ketika saya membungkuk untuk membuka tas dan akan menyusunnya ke dalam lemari, tiba-tiba terlepaslah handuk yang membelit di pinggang, saya terkejut setengah mati, dan wajah saya merona merah, karena malu. Ternyata Mbak Citra, tidak terlihat terkejut, Mbak Citra hanya memandang saya sambil tersenyum nakal, lalu katanya, “Sudah berapa lama di hutan?”
Sambil membetulkan handuk, saya menjawab sekenanya, “Sekitar dua minggu.”
“Wah, lumayan juga dong.. pasti udah lama tidak diasah, ya Pak?”
Saya hanya meringis, mengiyakan. Melihat Mbak Citra tidak terkejut dan malah berkomentar lucu, timbul niat iseng di kepala saya. Sambil kembali melepaskan handuk di pinggang, saya balik bertanya, “Mbak Citra juga udah lama dong, nggak dibor?”
Sial, ternyata Mbak Citra langsung keluar kamar, saya tidak begitu peduli awalnya, tapi saya pikir mungkin telah melukai perasaan wanita, buru-buru saya mengenakan CD dan mencari-cari jeans di dalam tas untuk saya pakai dan mengejar Mbak Citra, untuk minta maaf.

Samar-samar saya dengar pintu tertutup dan, “Klik…” suara anak kunci diputar, sebentar kemudian Mbak Citra sudah ada di belakang saya sambil berusaha menarik turun jeans yang sedang saya pakai.
“Nggak usah dipakai lagi deh Pak,” sambil memeluk dari belakang, tangannya meraba dada saya yang berbulu halus, tentu saja dadanya menempel pada punggung saya dan terasa hangatnya kedua gunung kembar itu.
“Kalo saya udah lama nggak dibor, mau nggak Bapak melakukan pengeboran di sumur saya?” Mbak Citra seperti merajuk mengemukakan pertanyaan itu.
Saya langsung berbalik dan memeluk Mbak Citra erat-erat. “Mbak Citra, nggak mungkin ada lelaki yang bisa nolak kalo diajak oleh Mbak.. lihat meski anak dua, pinggul masih berisi, dada membusung dan kemulusan Mbak.. cek..cek.. Ustad aja mungkin bakalan luluh, mbak..”
Mendapat angin dari saya, Mbak Citra berusaha membalas pelukan saya, sambil satu tangannya diturunkan untuk menarik CD saya ke bawah. Merasakan isyarat tubuh Mbak Citra yang bergetar dan hangat, saya segera melakukan rabaan, elusan di punggung yang terbungkus T-Shirt, yang dikenakan oleh Mbak Citra. Saya ciumi telinga dan tengkuk Mbak Citra, saya dapat merasakan Mbak Citra menghentakkan kepalanya ke belakang, merasa fly dan kegelian yang amat sangat. Saya masukkan sebelah tangan saya untuk melepas pengait bra yang dipakai Mbak Citra, dan menariknya lepas dari tempatnya. Tangan saya terus bergerilya meraba ke arah ke dua gunung kembar milik Mbak Citra, memutar dan menyentuhnya dengan hati-hati, melakukan putaran telunjuk di sekitar bawah puting berganti-gantian, dan saya rasakan Mbak Citra semakin menggelinjang dan serasa tidak kuat menahan berat badannya sendiri.

Sambil membimbing Mbak Citra duduk di tempat tidur, saya terus mencium telinga dan kuduk Mbak Citra, saya tarik T-Shirt yang dipakainya ke atas, tersembullah pemandangan yang indah di depan saya, dua buah delima yang ranum tergantung indah, tanpa bisa menyembunyikan kekaguman, “Mbak… bener-bener sempurna.” Saya kembali menciumi telinga dan kuduk kemudian ke dagu, dan saya lumat bibirnya yang ranum, saya mainkan lidah saya di dalam rongga mulut Mbak Citra, tangan saya juga bekerja untuk mengerjai kedua buah gunung kembar milik Mbak Citra. Mbak Citra semakin klimaks dan saya tidak memberi kesempatan lagi, saya tarik rok ketatnya, saya tarik turun CD-nya, maka tersembullah pemandangan yang luar biasa, belahan luar yang tertutup bulu tipis, semakin ke tengah dan mendekati sentral semakin menipis seolah-olah seperti diatur oleh salon. Saya ciumi gundukan tebal itu, saya gunakan jari telunjuk dan tengah untuk menguak gundukan tersebut, kemudian menjilatinya dengan perlahan-lahan sambil menyedot dan menggigit kecil. Mbak Citra tak tahan mengeluarkan erangan, “Ah.. ahhh..” sambil menekan kepalaku dari atas. “Terusin Pak, terusss.. sedoottt..” Saya naikkan kakinya ke tempat tidur, dan memutar tubuh saya di atas tubuh Mbak Citra dan melakukan oral 69, merem-melek yang saya rasakan. “Aahhh.. ashhh..” suara saya bersaut-sautan dengan desahan Mbak Citra.
Hampir 20-30 menit kami melakukan posisi 69, di kemaluan Mbak Citra sudah banjir ludah saya dan bercampur dengan maninya. Kemudian saya bersihkan dengan menyedotnya, dengan tiba-tiba saya tarik penis dari mulutnya, “Sloobb.. sss..” dan langsung mengajak Mbak Citra berdiri dekat dengan kursi, saya angkat kaki kanan Mbak Citra dan mendudukkannya di atas meja rias. Kemudian saya arahkan penis yang sudah tegang tidak terkira ini ke vaginanya, terpeleset karena licin dan banyaknya cairan yang keluar dari dalam kemaluannya, dengan sigap Mbak Citra menangkap dan membimbing penis saya ke dalam, ketika kudorong, “Aahhh.. ah… tolong gerakin dooong, aduuh… enak banget Pakkk.. gila.. kok punya Bapak bisa lebih gede dari punya suami kontrak saya.. ahhh.. shhh..” Saya tarik, dorong perlahan-lahan terus dengan lembut. Ternyata dengan cara inilah Mbak Citra justru tidak dapat mempertahankan maninya untuk mengalir. Kukunya mencengkeram pundak saya, mulutnya menggigit bahu.
“Aahhh… ashhh.. aduhhh… nggaaak tahan nih aku… keluar… agghhh..” saya tetap dengan sabar mendorong, menarik dan memasukkan penis saya, memutar sambil mendorong dengan lambat-lambat kembali membangkitkan libidonya Mbak Citra. Perlahan tapi pasti, kedua bukit kembarnya semakin menegang kembali, saya raba kedua bukit kembar itu, saya hisap perlahan, saya gigit tahan putingnya dan Mbak Citra benar-benar seperti terombang-ambing di atas meja. Meja rias yang menopang tubuh Mbak Citra ikut bergoyang mengikuti irama yang saya buat, tetapi Mbak Citra semakin liar dan tidak mampu menahan gejolak hasrat seksnya.
Kurang lebih 20-30 menit saya memasukkan, mendorong, menarik, memutar penis saya di dalam vaginanya, mencoba membongkar isinya dengan benar-benar perlahan, tapi gejolak Mbak Citra ternyata semakin tidak terbendung, “Aahhh… ashhh… aku.. kelluaarrr lagi nihhh.. ahhh.. kamu pinter banget ngerjain aku… aduuhh..” dengan berakhir lenguhannya, saya rasakan penis saya seakan tersedot dan hangat tersiram maninya. Saya juga sudah merasa letih dengan berdiri terus mengerjai kemaluannya Mbak Citra, tubuh saya dan Mbak Citra sudah bersimbah keringat, padahal gerakan yang saya lakukan benar-benar perlahan.
Saya mencabut penis di kemaluan Mbak Citra. “Mbak, kita pindah di ranjang yuk..” sambil saya bopong tubuh sintalnya yang mulus, saya baringkan dia di tempat tidur nomor 1 yang ada di kamar itu, kemudian saya balikkan, tubuhnya dan posisi menungging, kemaluan dan sebagian klitorisnya mendongak seolah menantang. “Ayoo hantam aku..” saya tunggangi Mbak Citra, seperti seorang Joki, lalu saya masukkan batangan saya dengan tidak merubah ritmenya, tetap santai tetapi tetap menghujam sampai ke dasarnya. Saya raba payudaranya yang bergoyang-goyang karena dorongan saya dari belakang. “Teruusshh.. ssshh.. ahhh.. shhh..” ceracau Mbak Citra benar-benar membuat saya semakin asyik menggoyang pantat, menghujam vaginanya yang sudah benar-benar banjir. “Ahhh… sshhh…” saya juga merasakan penisku berdenyut. “Aahhh… agghhh…” Mbak Citra memutar-mutar pantatnya sehingga saya benar-benar merasakan nikmat yang luar biasa. Sedotan vaginanya begitu melambungkan perasaan.
“Aaahhh… ssshh… ahhh..” saya tidak lagi menyebut Mbak seperti sebelumnya. “Citra… asshhh… gilaaaa.. empot ayammu… ahhh… hebat beneeerhh… ahhh.. aghhh… asshhh… ahhh…” sampai akhirnya saya tidak kuat menahan dan Mbak Citra juga sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya yang keenam kalinya. Kali ini dia tidak memberi kesempatan kepada saya untuk menahan lagi, dan langsung menarik pantatnya ke depan. “Slooobbb… ” saya terkejut, sudah di ujung kok malah ditarik. “Na.. kenapa…” tanpa menjawab dia mendorongku hingga jatuh terlentang dan langsung mengangkangi dan memasukkan penisku yang berdiri kokoh dan agak nyeri karena hampir 3 jam tegang yang sengaja kutahan tidak menggelepar. Mbak Citra mulai memasukkan dan menggoyang pantatnya naik.. turun.. naik.. turun sambil memutar-mutar.

“Aahhh… gila… Cit… akuuu pingin keluar… ahhh..”
“Tahan sedikit… sayang, aku juga udah mau keluar kok… tahan yah… ahhh…” akhirnya Mbak Citra ternyata sudah keluar, hal itu dapat saya rasakan dari kehangatan menjalar melalui penis dan terus mengalir ke pahaku. Saya bangun dan ganti mendorong tubuhnya sehingga dia menjadi telentang. “Kenapa.. udah dikeluarin Sayang…” Ternyata dia masih mengeluarkan maninya, hampir 1 menit berselang kurasakan Mbak Citra masih mengalir maninya, dan kuterjang habis-habisan dengan ritme lebih cepat sedikit. Kuputar putingnya, diciuminya putingku. “Cupp.. sluuppp…” dan, “Ayo… Sayang… ahhhh… aghhh…” dia mengikuti irama tekananku sambil kurasakan empot ayamnya bekerja kembali dan akhirnya kami tidak tahan, lagi-lagi Mbak Citra menyemburkan maninya dan kukeluarkan di dalam vaginanya. Kulihat Mbak Citra benar-benar menerima dengan nikmat, muncratan spermaku di dalam vaginanya sampai hampir sepuluh kali muncrat dan setiap muncratan dia sambut dengan dorongan pantatnya ke arahku, sampai akhirnya saya terkulai di atasnya. Saya kecup dahinya, “Thanks ya… kamu benar-benar mengagumkan. .. sungguh, belum pernah aku alami pengalaman seperti ini ..” Jawabnya, “Kamu juga benar-benar luar biasa, lakiku bule tapi tidak sehebat kamu yang melayu.” Saya ciumi bibirnya dengan lembut, dagunya dan matanya lalu kami tertidur dengan lelapnya. Terbangun sudah hampir subuh dan Mbak Citra mulai menggesek-gesekkan tangannya di kemaluanku dan saya begitu terangsangnya lalu kami bercinta lagi sampai jam 8:00 pagi.
Hari Minggu benar-benar kami isi di atas ranjang, istirahat sebentar, bercinta lagi, makan dan minum shake dan bercinta lagi sampai pagi hari Seninnya. Waktu menunggu jemputan mobil proyek pun, masih kami lakukan bercinta di kamar mandi, walaupun cukup singkat dan mencuri-curi, benar-benar membuatku excited dan menggoreskan kenangan yang sangat mendalam dalam dua hari itu. Terima kasih atas segalanya Mbak Citra.


http://dapurkreatiff.blogspot.co.id/2012/08/ngentot-istri-pengusaha-tambang-batubara.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar